Raih Doktor di Unismuh, Disertasi Direktur Ummul Mukminin Bahas Pembaruan Sistem Pendidikan dalam Mewujudkan Visi-misi Pondok Pesantren
Oleh : Abd Kadir Arief (Direktur Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan)
Abstrak
The aims of this study were to find out: 1) Education revitalization at Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Islamic Boarding School of South Sulawesi in terms of Institutional Management and Curriculum Management Aspects, 2) the Supporting factors and Inhibiting factors in the educational revitalization at at Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Islamic Boarding School of South Sulawesi Sulawesi in terms of Institutional Management and Curriculum Management Aspects both internally and externally, 3) the efforts to achieve the Vision and Mission at Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Islamic Boarding School of South Sulawesi. To perceive these three issues, a qualitative descriptive method and a SWOT analysis were needed, namely data collection through informants’ answers were selected and sorted which then analyzed semantically and inductively then strengthened with the results of direct observations by the researcher and a SWOT analysis was made. The results of the research showed that the revitalization of Islamic boarding school education system cannot stand alone, but must be also followed by the development of the National Education System. Revitalization of the Islamic Boarding School Education System at least includes, namely; aspects of institutional and curriculum management. Several supporting factors to achieve PPUM’s Vision and Mission included: adequate facilities and infrastructure, good human resources, the existence and creativity of the ‘Aisyiyah Leaders in South Sulawesi and the charisma of the leadership. Likewise, the establishment of good communication and cooperation between all stakeholders while the inhibiting factors to achieve Vision and Mission of PPUM are partly as follows: the absence of an Information Technology (IT) based on the blueprint in implementing all Visions and Missions. Also, competition between Islamic boarding schools and the amount of government budget allocated by the government for Islamic boarding schools is still relatively discriminatory. The implications of efforts to achieve the Vision and Mission of the Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Islamic Boarding School of South Sulawesi, including Excellent Alumni which proven by the number of graduates at PTN with favorite majors and continuing in foreign universities such as Egypt, Japan, China and Turkey. Progressive leaders are shown by many achievements in the academic and leadership fields both at the local and national levels and several alumni become leaders in several institutions. The Ulama cadre is shown by the increasing number of people as Hafidz/Hafidzah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sistem Pendidikan Nasional yang berkembang menjelang dan awal kemerdekaan dalam bentuk dikotomi, dengan menonjolkan sekolah umum yang bercorak sekuler dan tersisihnya sekolah-sekolah yang bercorak agama. Teori dualisme sistem pendidikan tersebut melahirkan dua perbedaan pandangan politik. Dalam upaya mewujudkan satu Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945, maka disusunlah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 yang mengatur dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di wilayah RIS, UU No. 12 Tahun 1954 tentang pernyataan berlakunya pendidikan nasional dalam NKRI. Dalam perkembangan berikutnya, untuk mengakomodasi amanat UUD 1945 tentang sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia, maka ditetapkanlah UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya, gerakan reformasi tahun 1998 menuntut adanya reformasi dalam bidang pendidikan, maka ditetapkanlah Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada tanggal 11 Juni 2003. (Yusuf, 2014:28).
Muncul pertanyaan dimanakah letak keterkaitan Sistem Pendidikan Nasional dengan Sistem Pendidikan Pesantren? Dimanakah posisi Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional? Secara limitatif jawabannya terdapat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan telah megatur hal ini. Sebagai implikasinya kini sudah ada beberapa pesantren yang telah diakui jenjang kesetaraannya dengan jenjang sekolah formal keagamaan Nasional, sebut saja misalnya, Pesantren Darussalam Gontor, Pesantren Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, Al-Falah Ploso dan lahirnya pesantren integrasi antara pendidikan umum dan pendidikan Agama Islam seperti Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Gombara, Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan dan lain-lain, yang dalam keunikannya, pesantren mempunyai tantangan dan permasalahan untuk tetap eksis di tengah arus perubahan Sistem Pendidikan Nasional terbaru.
Secara teori, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang lahir sebagai antisipasi atas praktik keagamaan yang bercorak sinkretisme. Yang dimaksud dengan sinkretisme adalah proses perpaduan antara dua atau lebih suatu agama atau kepercayaan. Contoh sinkretisme adalah Dinasti Syailendra dengan konsep Siwa-Buddha. Praktik keagamaan masyarakat masih banyak yang bercorak sinkretisme sehingga diperlukan metode tertentu untuk membimbing masyarakat kepada pengamalan agama yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. (Rama, 2003:2).
Menurut data sejarah yang terhimpun, Syekh Maulana Malik Ibrahim (pen. w.1419) merupakan orang pertama yang memperkenalkan pola pengajaran dalam format pondok pesantren yakni ketika mendirikan pondok pesantren di desa Gapura, Gresik. Pengenalan pola pengajaran format pesantren ini kemudian dilanjutkan oleh Sunan Ampel (pen. 1401-1481) dengan mendirikan Pondok Pesantren Ampel Denta di Surabaya, Sunan Giri (pen. 1442-1506) di Giri Gresik, Sunan Bonang (pen. 1465-1525) di Tuban, Sunan Drajad (pen. 1470-1522) di Lamongan dan Raden Patah (pen. 1455-1518) di Demak. Namun dalam perkembangannya format Pondok Pesantren ini diperbaruai oleh Muhammad Darwis (pen. 1868-1923) menyesuaikan dengan kebutuhan keadaan dan kondisi. (Anwar, 2016: 246)
Korelasi ketokohan Muhammad Darwis dan sistem pendidikan pesantren itu dapat dikaji dengan menggunakan pembahasan model simplifikasi kategoris pada ruang lingkup fungsi Pesantren yang tertuang dalam pasal 4 Undang-undang Pesantren No.18/2019 dikaitkan dengan tiga indikator fungsi dan peran yang ditawarkan dan dijalani oleh Muhammad Darwis, yaitu sebagai lembaga pendidikan, dakwah Islamiyah dan sebagai lembaga pemberdayaan dan pengabdian masyarakat. Dari ketiga kategori itulah dapat diketahui bahwa Muhammad Darwis adalah sosok yang mampu merespon tantangan terkininya secara cepat dan tepat melalui gerakan tajdῑd (pembaharuan) dalam bidang pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat Indonesia sekaligus.
Sementara itu, ‘Aisyiyah yang merupakan Organisasi Otonom (Ortom) khusus Muhammadiyah telah mendirikan Pondok Pesantren untuk mengimplementasikan cita-cita besar sebagai wadah pengkaderan ulama. Ulama dan cendikiawan wanita dibutuhkan untuk mengarahkan dan membimbing ummat kepada tauhῑd yang lurus, ibadah yang benar sesuai sunnah Rasul, akhlak yang mulia dan muamalah yang jujur. Ini dikuatkan dengan Surat Keputusan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan No:02/PWA/A/V/86 yang dalam pertimbangan pendiriannya menyebutkan: Perlunya mendirikan Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin sebagai wadah pengkaderan Ulama Wanita.
Secara teologis-filosofis, pesantren merupakan metode yang paling tepat untuk memahami Alquran dan Sunnah secara komprehensif, mengapa? Karena di pesantrenlah semua kajian terkait pemahaman Islam yang kāffah dapat diperoleh. Disamping kurikulumnya yang mendukung untuk pemahaman Islam secara komperehensif, juga karena kehadiran pesantren sebagai representasi dari perintah Allah, diantaranya adalah perintah untuk membaca dan menulis, sebagaimana dituangkan secara imperatif dalam surat Al Alaq ayat 1-5, Allah berfirman: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Secara empiris, persoalan yang dihadapi pondok pesantren tidak sedikit. Diantaranya,bagaimana mentransforma-sikan atau mengadaptasikan tuntutan perkembangan zaman melalui pembaruan visi dan misi, pembaruan manajemen kelembagaan Pondok Pesantren, pembaruan manajemen kurikulum Pondok Pesantren, bagaimana alumni pesantren bisa berdaya saing atau memiliki keunggulan, bagaimana Pondok Pesantren melahirkan kader ulama, dan bagaimana Pondok Pesantren bisa melahirkan calon-calon pemimpin yang memberikan dampak pada kemajuan Daerah, Bangsa, Negara dan Islam.
Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan yang sebagai objek penelitian, peneliti membatasi penelitian ini pada aspek relevansi Sistem Pendidikan Nasional sesuai UU No.20/2003 dan Sistem Pendidikan Pesantren sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 dalam mewujudkan Visi-Misi Pondok Pesantren, Pembaruan Manajemen Kelembagaan, Pembaruan Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren. Upaya melakukan pembaruan manajemen Kelembagaan Pondok Pesantren dan Pembaruan Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren dimaksudkan untuk melahirkan alumni unggul, kader ulama dan pemimpin berkemajuan.
Faktor pendukung dan penghambat serta visi Pondok Pesantren Ummul Mukminin naungan Muhammadiyah/’Aisyiyah di Sulawesi Selatan dijadikan fokus kajian dengan pertimbangan bahwa mayoritas Pesantren di bawah naungan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah belum begitu berkembang sesuai harapan masyarakat pada umumnya. Kurikulum yang digunakan di pesantren-pesantren tersebut berbentuk integrated curriculum, yakni selain kurikulum berbasis madrasah dan sekolah juga kurikulum berbasis pesantren.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan pokok masalah dirumus kan masalah penelitian, yaitu:
1.Bagaimana Pembaruan Pendidikan Pondok Pesantren Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan ditinjau dari Aspek Manajemen Kelembagaan dan Aspek Manajemen Kurikulum?
2.Bagaimana Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pembaruan Pendidikan Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan?
3.Bagaimana upaya mewujudkan Visi-Misi Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan?
TINJAUAN TEORITIS
Pembaruan Sistem Pendidikan
Dalam terminologi Islam, pembaruan diartikan sebagai Tajdῑd, asal kata bahasa arab yaitu jaddada-yujaddidu-tajdῑd. Kata tajdĩd diartikan secara bahasa mengembalikan sesuatu kepada kondisi yang seharusnya. Dalam bahasa Arab sesuatu dikatakan jadĩd (baru) jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdĩd seharusnya dilakukan dalam dua hal yaitu; Pertama, memurnikan agama dari hal-hal yang menyimpang dari Alquran dan Hadis. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain.
Jadi Pembaruan sistem pendidikan adalah upaya secara sadar yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat sebagai pelaksana, pengamat dan pengembang pendidikan untuk mengubah ide dan gagasannya menjadi lebih baik sehingga proses kegiatan belajar dapat berjalan secara efektif dan efisien dimana peserta didik mampu beradaptasi dengan kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kehidupan dunia nyata (lingkungan hidup) dan perkembangan teknologi.
Pesantren
Istilah pesantren berasal dari kata santri, dengan prefix atau awalan pe-dan afix atau akhiran -en menjadi pesantren yang berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja dalam Haidar Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal dari kata santri, yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada pula yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian. (Haidar, 2004: 12).
Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 dalam Bab I Pasal (1) ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 dinyatakan, Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurukulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah dengan pola pendidikan muallimin.
Visi dan Misi Pendidikan
Wayne B. Krause dalam Indonesian-English Dictionary, menjelaskan, visi mengandung pengertian melihat atau memandang ke depan yang dirumuskan dalam kata dan kalimat tertulis. Berangkat dari pemahaman ini, maka visi merupakan suatu rangkaian kata yang di dalamnya terdapat impian, cita-cita atau nilai inti dari suatu lembaga atau organisasi. Bisa dikatakan visi pesantren menjadi tujuan masa depan suatu organisasi atau lembaga pesantren. Ia berisi pikiran-pikiran yang terdapat di dalam benak para pendiri pesantren. Pikiran-pikiran itu adalah gambaran dari masa depan dari organisasi pesantren yang ingin dicapai.
Ada juga yang berpandangan bahwa visi adalah suatu pandangan ke depan dengan limit waktu tertentu untuk mencapai tujuan dan target organisasi dalam manajemen suatu lembaga. (Patricia & dkk, 1999:211) Ini sangat menentukan akan dibawa kemana lembaga yang bersangkutan di masa depan. Adanya visi ini dipengaruhi oleh suatu pandangan bahwa untuk mencapai suatu kesuksesan, sebuah organisasi atau lembaga harus memiliki arah yang jelas. Adapun unsur-unsur dalam membentuk visi: pernyataan tertulis, relung cita-cita, arah, berciri khas, dan garis waktu.
Terkait visi pesantren dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1) Visi merupakan suatu tulisan yang di dalamnya terdapat pernyataan cita-cita dari pendirian pesantren pada masa mendatang; 2) Visi merupakan suatu tulisan dalam bentuk singkat yang di dalamnya ada pernyataan jelas, dan menjadi arah bagi pengelola pesantren; 3) Visi merupakan suatu gagasan yang tertuang dalam bentuk tulisan tentang tujuan khusus atau tujuan utama dari suatu pesantren.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualiatif deskriptif dengan alasan pendekatan kualitatif lebih dipahami oleh peneliti sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin Aisyiah Wilayah Sulawesi Selatan. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah selain lebih mudah dijangkau dan obyektifitasnya lebih terjaga, juga karena peneliti adalah salah satu pengelola pondok pesantren tersebut.
Adapun limit waktu yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini selama kurang lebih 3 bulan, sejak September 2022 s/d November 2022
Unit Analisis dan Penentuan Informan
- Unit Analisis
Unit analisis dimaksudkan untuk mengemukakan bagian-bagian yang akan dianalisis. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah a) menganalisis dan menguraikan tata kelola Pondok Pesantren Ummul Mukminin Aisyiah Sulawesi Selatan, b) menganalisis dan menguraikan program kerja dan kegiatan Pondok Pesantren Ummul Mukminin Aisyiah Sulawesi Selatan, c) menganalisis dan menguraikan tentang teori Alumni Unggul, Kader Ulama Wanita dan Pemimpi Berkemajuan.
- Informan dan Sampel
Selanjutnya pemilihan sampel secara purposive sampling dalam penelitian ini berpedoman pada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut :
a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.
b. Subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectice).
c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan (Arikunto, 2015:183)
Berdasarkan teori penentuan informan tersebut, maka dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kondisi obyek penelitian. Sehubungan dengan kondisi lokasi penelitian, maka peneliti menentukan informan kunci sebanyak 4-6 orang pada awalnya tapi akhirnya berkembang menjadi 21 orang mengikuti kebutuhan data sekaligus sebagai sampel bertujuan/disengaja (purpossive sampling).
Teknik Pengumpulan Data
Untuk kelengkapan data yang sistematis dalam pembahasan tesis ini, maka perlu dilakukan pengumpulan data antara lain melalui metode:
- Observasi
- Wawancara
- Dokumentasi
Teknik Analisis Data
Untuk mengelola data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu berusaha menggambarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan cara analisis:
- Induktif, yaitu cara menganalisis data yang dimulai dari pembahasan yang bersifat khusus kemudian mengambil satu kesimpulan yang bersifat umum.
- Deduktif, yaitu menganalisis data yang di mulai dari pembahasan yang bersifat umum kemudian mengambil suatu kesimpulan yang bersifat khusus
Menganut model pengumpulan data yang dianjurkan Miles dan Huberman, maka pengumpulan data dalam penelitian ini dipilah menjadi beberapa jenis data, yaitu: a) pengumpulan data (data collection), b) reduksi data (data reduction), c) penyajian data (data display)
Pengecekan Keabsahan Temuan
Setelah dilakukan analisis melalui teknik display data atau penyajian berdasarkan narasi informan, kemudian dilakukan pengecekan keabsahan atau kebenaran temuan. Dalam arti lain, bahwa kebenaran narasi yang dikemukakan informan harus relevan dengan apa yang terkandung dalam Alquran dan Hadist.
Kerangka Pikir
Untuk memudahkan pemahaman terhadap alur pemikiran dalam penelitian ini, maka dipaparkan kerangka pikir sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Profil Pesantren
Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan adalah salah satu amal usaha bidang Pendidikan Wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan dengan tujuan melahirkan kader ulama dan intelektual perempuan dalam rangka mewujudkan cita-cita Persyarikatan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, yakni mewujudkan Gerakan Islam Berkemajuan.
Pesantren ini terletak di wilayah Kelurahan Pai Kecamatan Biringkanaya, Bulurokeng, Kota Makassar dengan alamat di Jl. Perintis Kemerdekaan Kilometer (KM-17). Bangunannya berdiri di atas lahan tanah wakaf dari keluarga Drs. HM. Yusuf Kalla (Wakil Presiden RI, 2004-2014 dan 2014-2019) seluas 2 hektar. Pesantren ini berada pada posisi georafis di ujugng Utara Kota Makassar.
Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin sejak dibuka di tahun 1987 hingga sekarang telah dipimpin oleh empat orang direktur:
a. Direktur Pertama, Ibu Dra. Hj. Rahlah Aziez (1987-1988)
b. Direktur Kedua, Al-Ustadz KH. Malik Ibrahim (1988-2001)
c. Direktur Ketiga, Drs. KH. Jalaluddin Sanusi (2001-2016)
d. Direktur Keempat, Drs. Abdul Kadir Arief, M.Pd. (2015-sekarang)
Profil ‘Aisyiyah
‘Aisyiyah adalah organisasi perempuan dan hingga kini tetap menjadi salah satu organisasi otonom khusus Muhammadiyah. ‘Aisyiyah berdiri pada tanggal 27 Rajab 1335 H bertepatan tanggal 19 Mei 1917 ketika Muhammadiyah di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan (1912 – 1923).
‘Aisyiyah lahir atas keprihatinan dan kepedulian KH. Ahmad Dahlan. Setelah beliau melihat kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertinggalan kaum perempuan di Indonesia, khususnya wanita. Mereka berada dalam kelemahan, jauh dari kemajuan, dan seolah tidak memiliki peran sama sekali. Mereka umumnya tidak mendapatkan pendidikan. Itu antara lain yang mendorong suatu hari beliau mengundang rapat. Setelah menjelaskan maksud rapat, beliau membuka kesempatan untuk pembahasan. Hadir KH. Muchtar, KH. Fachruddin, dan Ki Bagus Hadikusumo. Rapat menyepakati perlunya dibentuk organisasi perempuan dalam Muhammadiyah. Diterima usul KH. Fachruddin, organisasi ini diberi nama ‘Aisyiyah.
Profil ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan
Bermula dari perkumpulan gadis-gadis dalam pengajian rutin yang dikenal sebagai Sapa Tresna tahun 1914, maka ‘Aisyiyah kemudian didirikan sebagai organisasi wanita yang bergerak dalam ranah pendidikan, sosial, keagamaan, dan kemasyarakatan. Sebagai organisasi otonom khusus Muhammadiyah, ‘Aisyiyah didirikan pada 27 Rajab 1375, bertepatan dengan 19 Mei 1917, di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan langsung. Para kader ‘Aisyiyah kemudian berkembang dengan mengajak dan menghimpun para ibu rumah tangga beserta para gadis wanita, untuk memikirkan persoalan kemasyarakatan, khususnya masalah peningkatan harkat kaum wanita. ‘Aisyiyah di Sulawesi Selatan diawali dengan berdirinya Aisyiyah Cabang Makassar yang dirintis oleh Hj. Fatimah Abdullah (istri dari KH. Abdullah, Ketua Muhammadiyah Cabang Makassar saat itu) dan Sitti Maemunah Dg Mattiro (istri H. Muhammad Yusuf Daeng Mattiro, Wakil Ketua Muhammadiyah Cabang Makassar saat itu). Status Aisyiyah kemudian meningkat menjadi Pimpinan Daerah pada 1937, dengan Ketua Hj. Fatimah Abdullah.
Pada tahun 1940, dilaksanakan Konferensi Muhammadiyah Sulsel yang dirangkaikan dengan Konferensi ‘Aisyiyah di Sengkang, Kabupaten Wajo. Konferensi tersebut menetapkan Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan yaitu: Ibu St. Dawiah SS Djam’an, dibantu oleh Sitti Halimah Bakkas, Sitti Hasran Daeng Makerra, Sitti Ramlah Kasim, dan Sitti Ramlah Azis.
Konferensi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Bantaeng pada tahun 1950, memutuskan Sitti Ramlah Azis sebagai Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah. Setelah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan mendapatkan otonomi, pada 1968, maka Pimpinan Daerah Aisyiyah menjelma menjadi Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sulawesi Selatan dan Tenggara, dengan susunan pengurus (Periode 1968 -1971) yaitu Sitti Ramlah Azis sebagai ketua, Sitti Halimah Bakkas sebagai sekretaris, dan H.j Zainab Daeng Tanaga sebagai bendahara. Pada periode selanjutnya, ketika Sulawesi Tenggara berdiri sendiri, maka nomenklaturnya berubah lagi menjadi Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sulawesi Selatan (PWA Sulsel).
Saat ini, dibawah kepemimpinan Dr. Nurhayati Azis, S.E.,M.Si. (Ketua) dan Dr.Hj. Hidayah Quraisy, M.Pd. (Sekretaris), Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan memiliki 24 Pimpinan Daerah, 215 Pimpinan Cabang dan 764 Pimpinan Ranting. Selain itu, amal usaha ‘Aisyiyah juga senantiasa berkembang pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial.
Hasil Penelitian
- Pembaruan Pendidikan Pondok Pesantren Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan.
Pembaruan sistem pendidikan Pesantren tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus pula mengikuti perkembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang secara keseluruhan memuat komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren diadakan dalam rangka memperbarui Visi, Misi dan Strategi Pendidikan Nasional. Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional mencakup penghapusan diskriminasi antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal dan antara pendidikan umum dan keagamaan pada Pondok Pesantren.
Pembaruan Pendidikan Pesantren setidaknya meliputi aspek, yaitu aspek manajemen kelembagaan dan aspek manajemen kurikulum. Manajemen kelembagaan Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan telah, sedang dan terus dilakukan melalui adaptasi tuntutan perkembangan zaman. Secara kelembagaan, kuantitas input dan output berjalan seimbang dikarenakan leadership yang baik. Sedangkan aspek manajemen kurikulum senantiasa dilakukan penyesuaian dengan perkembangan Kurikulum Nasional, yaitu dengan memasukkan mata pelajaran yang wajib dari Kementerian Pendidikan Nasional untuk SMP dan SMA; dan mata pelajaran wajib dari Kementerian Agama untuk MTs dan MA, ditambahkan dengan kurikulum LP2M yang juga menjadi pilihan dalam pengelolaan Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan dan variasi kegiatan lainnya yang mendukung tercapainya visi-misi PPUM
- Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pembaruan Pendidikan Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan.
Beberapa faktor pendukung tercapainya Visi dan Misi PPUM antara lain: sarana dan prasarana yang memadai, SDM yang cukup walaupun belum semua memenuhi standar kualitas yang diharapkan, human capital atau modal manusia, esksistensi dan kreativitas Pimpinan ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan serta kharisma kepemimpinan. Begitu pula terjalinnya komunikasi dan kerjasama yang baik antara seluruh stakeholders termasuk santriwati; setiap keputusan pondok diambil melalui rapat musyawarah kemudian disosialisasikan secara bertahap ke seluruh unsur terkait pondok pesantren; kedisiplinan seluruh stakeholders dalam menjalankan segala Tata Tertib serta Peraturan Akademik. Sedangkan faktor-faktor penghambat pencapaian Visi dan Misi PPUM sebagiannya antara lain: belum adanya blueprint berbasis Teknologi Informasi (TI) sebagai peta jalan dalam mengimplementasikan seluruh misi yang telah dirumuskan. Demikian pula persaingan antar lembaga pesantren serta jumlah anggaran pemerintah yang dialokasikan pemerintah untuk pesantren antara yang satu dengan lainnya masih relatif diskriminatif. Skema factor pendukung dan penghambat dipertajam melalui Swot Analysis.
- Upaya mewujudkan Visi-Misi Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah.
Pencapaian Visi dan Misi Pondok Pesantren Puteri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Wilayah Sulawesi Selatan, meskipun belum seluruhnya tercapai dalam beberapa aspek, namun dalam aspek lain sudah dapat menjadi kebanggaan yang perlu terus dikembangkan dan dipertahankan. Diantara aspek tersebut, yaitu:
a. Aspek alumni unggul. Perwujudan alumni unggul yang diharapkan relatif sudah terbukti dengan banyaknya alumni yang lulus di PTN setiap tahunnya dengan jurusan yang bervariasi, bisa tembus Universitas Luar Negeri/ Timur Tengah seperti Universitas Al Azhar, Mesir, China, Turki dan Jepang. Pengertian unggul tentunya sesuai dengan standar tertentu, tergantung dari aspek mana kita menilainya. Data menunjukkan perkembangan persebaran alumni PPUM sekaligus dapat memperlihatkan daya tahan tinggal di pondok dan keberlanjutan pendidikan baik ke PTN, PTS dan PT Luar Negeri. Dalam empat tahun terakhir (2019-2022) menunjukkan bahwa alumni PPUM semakin meningkat kuantitasnya dari tahun ke tahun berturut-turut jumlanya 154 (2019), 190 (2020), 217 (2021), dan 227(2022). Trend peningkatan ini menunjukkan jumlah out-put semakin bertambah disebabkan jumlah santri yang juga semakin meningkat.
b. Aspek kader ulama wanita. Ini artinya yang bisa dikembangkan di PPUM hanyalah potensi-potensi yang akan menjadi cikal bakal kader ulama dari kalangan wanita, apakah mereka bisa mengkhususkan diri yang kelak menjadi ulama atau tidak, sangat tergantung pada individu masing-masing. Karena ciri ulama itu minimal ada tiga, yaitu pertama: dia paham tentang Alquran dan Alhadis (‘Āliman bil Qur’ān wal Hadῑs), kedua: Fāhiman bil ‘Arabiyah wa Qawāidahu, ketiga ‘Āliman bi Ushūlil Fiqhi. Untuk menjadi kader ulama khususnya di kalangan Muhammadiyah itu agak berbeda dengan di Nahdatul Ulama (NU). Tidak mudah melahirkan ulama apalagi ulama khusus wanita, mungkin ada yang memenuhi syarat tapi belum tentu lagi terkenal. Jadi walaupun memang niat awal berdirinya PPUM ini oleh PWA sebagai wadah pengkaderan ulama wanita, tetapi yang mungkin bisa diwujudkan di sini hanyalah melahirkan potensi-potensi dasar untuk menjadi kader ulama dan setelah jadi alumni tergantung pada mereka mau melanjutkan kemana, itu sangat tergantung kepada masing-masing peribadi alumninya. Namun, ulama dalam pengertian luas, tidak hanya sebatas paham agama saja, tetapi juga memiliki pemahaman dalam bidang ilmu selain agama, seperti ilmu sosial, ekonomi, hukum, teknologi, pertanian, kehutanan dan sebagainya, dapat dikatakan PPUM telah berhasil mewujudkannya.
c. Aspek pemimpin berkemajuan. Untuk mewujudkan hal ini PPUM membuat program yang dapat membentuk santri melalui organisasi ekstra dan intrakurikuler maupun dengan mengaktifkan program Diklat Kepemimpinan Dasar santriwati dengan mengadakan pelatihan-pelatihan seperti, Baitul Arqam ‘Aisyiyah, pelatihan mudabbirah dan beberapa pengkaderan Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah. PPUM dapat mencetak calon pemimpin perempuan yang berkemajuan baik dalam skala umum di ranah publik maupun dalam skala yang terbatas pada sektor privat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya alumni PPUM yang memiliki peran penting dalam berbagai ranah kegiatan secara formal maupun informal.